Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
| Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi |Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung |Kata Perenungan |



PERUBAHAN YANG BERARTI

Bagi seorang perempuan, wajah adalah bagian tubuh yang paling dibanggakan. Jika suatu pagi, Anda tiba-tiba menjumpai sebuah jerawat merusak kehalusan wajah Anda, mungkin sepanjang hari Anda akan berkeluh kesah mengenainya. Keresahan ini membuat Anda lupa bahwa Anda masih punya seraut wajah cantik yang sepatutnya disyukuri. Mungkin semua ini akan berubah setelah Anda mengenal Suriana, gadis dari Tanjung Pinang yang bersahabat dengan lautsetelah musibah yang menimpanya.

Dalam pergaulan dengan teman-teman sebayanya, Suriana tak jarang menerima ejekan. Ia menabahkan hati menerima semua ejekan itu, meski dalam hati kecilnya ia tak henti berharap dapat seperti teman-temannya, namun semua itu tidak mungkin diwujudkan sebab ayah ibunya tidak mampu membiayai operasinya. Untuk menghibur hatinya, Suriana sering ikut orangtuanya menangkap ikan di laut. Di laut ia bisa menghindar dari ejekan teman-temannya. Laut juga bisa menerima Suriana dan setia mendengarkan keluh kesahnya. Waktu terus berlalu hingga Suriana kecil telah berubah menjadi remaja di atas perahunya. Tak terhitung doa yang telah dipanjatkan Suriana mengharapkan anugerah-Nya.

Waktu itu tanggal 27 tahun 1980, umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa. Seperti biasa, setelah sehari penuh menahan lapar dan haus, malam harinya macam-macam acara diadakan. Begitupun malam itu di Tanjung Pinang , Riau, anak-anak kecil bermain kembang api dengan riangnya, termasuk Suriana yang sama sekali tidak menduga adanya musibah yang tengah mengintipnya.

Suriana yang saat itu berusia sekitar 5 tahun, ikut dengan teman-temannya bermain kembang api. Ia menyulut kembang apinya ke lampu teplok di rumahnya. Tiba-tiba lampu tersebut meledak dan mengenai wajah dan tubuhnya. Keluarganya panik dan bingung harus berbuat apa untuk menolongnya saat itu. Dengan panik, mereka memadamkan api tersebut. Setelah api dipadamkan, ayahnya segera membawanya ke rumah sakit terdekat.

Selama 40 hari Suriana dirawat di rumah sakit. Kondisinya memang berangsur-angsur membaik, tapi wajah dan tubuhnya tidak bisa dipulihkan seperti semula. Api telah melelehkan kulitnya hingga leher, dagu dan bibirnya hingga tidak dapat dipisahkan, serta lengan kedua tangannya menyatu ke tubuhnya pada bagian ketiak. Semua orang yang melihatnya hanya menunjukkan 2 jenis reaksi: terkejut atau merasa iba. Kedua orangtuanya hanya bisa pasrah dan tidak dapat berbuat banyak untuk anaknya. Ketidakmampuan mereka menanggung biaya operasi membuat mereka terpaksa membawa Suriana pulang.

 

Laut Adalah Sahabatku

Satu tahun setelah peristiwa itu, Suriana memasuki usia sekolah. Walaupun keadaan tubuh dan wajahnya telah menjadi cacat, tapi Suriana tetap bersekolah seperti biasa dan belum merasa sedih, minder, ataupun malu. Baru sejak di kelas 4, Suriana mulai menyadari dan merasa minder akan keadaan wajahnya. Meski demikian, ia bertekad melanjutkan sekolahnya sampai lulus.

Keluarga Suriana hidup serba kekurangan. Nafkah yang diperoleh ayahnya sebagai nelayan tidak cukup untuk menanggung biaya sekolah Suriana. Karena itu, sepulang sekolah, setiap hari Suriana membantu ibunya berkeliling menjajakan kue. Tatkala ia ingin menyembunyikan wajahnya, keadaan justru mengharuskan Suriana menyusuri jalan-jalan untuk mengumpulkan uang demi biaya sekolahnya.

Dalam pergaulan dengan teman-teman sebayanya, Suriana tak jarang menerima ejekan. Ia menabahkan hati menerima semua ejekan itu, meski dalam hati kecilnya ia tak henti berharap dapat seperti teman-temannya, namun semua itu tidak mungkin diwujudkan sebab ayah ibunya tidak mampu membiayai operasinya.

Untuk menghibur hatinya, Suriana sering ikut orangtuanya menangkap ikan di laut. Di laut, ia bisa menghindar dari ejekan teman-temannya. Laut juga bisa menerima Suriana dan setia mendengarkan keluh kesahnya. Waktu terus berlalu hingga Suriana kecil telah berubah menjadi remaja di atas perahunya. Tak terhitung doa yang telah dipanjatkan Suriana mengharapkan anugerahNya.

Suatu hari, Suriana mendapat berita dari seorang kerabatnya bahwa di daerah Galang akan diadakan operasi gratis. Kabar ini membuat Suriana dan orangtuanya sangat bahagia, seolah Tuhan telah mengabulkan apa yang selama ini ia dambakan. Namun harapan itu tak berumur panjang, ternyata pengobatan gratis tersebut dibatalkan.

Tidak tega melihat penderitaan putrinya, suatu hari di tahun 1990, ayah Suriana mendatangi sebuah rumah sakit dan menanyakan biaya operasi untuk menyembuhkan Suriana. Ia hanya dapat menelan ludah ketika rumah sakit memprediksikan biaya sekitar 3 juta rupiah. Biaya ini mungkin tidak mahal untuk keluarga yang mampu, namun bagi keluarga Suriana, uang sejumlah itu rasanya banyak sekali. Sejak itu Suriana memendam niat untuk operasinya dalam-dalam karena ia takut beban kedua orangtuanya bertambah berat.

Walaupun kehidupannya sangat menderita, Suriana berusaha menutupi kesedihannya dengan bekerja seharian dalam perahunya. Dengan begitu, ia mencoba menghilangkan kehampaan yang dirasakannya, karena sesungguhnya ia ingin bisa bermain bersama teman-temannya, namun cacat wajahnya membuat Suriana merasa malu.

Dua tahun kemudian, ayahnya meninggal dunia. Sebelum meninggal, ayahnya sempat berpesan, “Suriana harus tabah dan sabar serta menerima apa yang orang lakukan dan jangan membalasnya.” Suriana yang saat itu berusia 17 tahun selalu mengingat pesan terakhir ini dan berusaha mematuhinya. Namun demikian banyak rasa sesal yang ditanggungnya dalam hidup ini, misalnya ia merasa malu sholat ke masjid, karena dagu yang menyatu dengan lehernya mengakibatkan Suriana tidak mungkin dapat memakai mukena.

 

Kehangatan dari Orang-orang Asing

Bulan September 2000, Yayasan Buddha Tzu Chi mengadakan bakti sosial kesehatan di Tanjung Pinang . Salah seorang kemenakan Suriana yang bernama Diana Nasution, ikut dalam baksos tersebut. Diana ingin mengobati benjolan sebesar kelereng yang tumbuh di payudaranya. Suriana yang kebetulan sedang mengunjungi kakaknya diminta untuk mengantarkan makanan pada Diana. Semula Suriana ingin menolak karena ia takut menarik perhatian orang, tapi entah kenapa hari itu Suriana berhasil mengumpulkan keberanian untuk mengantarkan makanan tersebut. Ia sama sekali tak menduga, keberanian ini adalah awal dari pengobatan yang telah berpuluh tahun ia impikan.

Dalam keramaian kegiatan baksos, Suriana mendekati kemenakannya dan memberikan makanan yang dibawanya. Saat itu Suriana menarik perhatian relawan Tzu Chi. Mereka menghampirinya dan memberikan perhatian serta kasih sayang yang belum pernah ia dapatkan dari orang yang tidak dikenalnya. Kemenakannya menyarankan agar Suriana juga ikut serta dalam baksos itu, dan Suriana bersedia. Kehangatan yang ditunjukkan relawan Tzu Chi menumbuhkan kembali harapan Suriana karena selama ini tidak ada yang peduli selain keluarganya.

Keterbatasan alat-alat medis tidak memungkinkan Suriana ditangani di baksos tersebut, sehingga ia dirujuk ke rumah sakit umum setempat. Pada saat relawan Tzu Chi mengkonfirmasi ke rumah sakit umum tentang operasi luka bakar di wajah dan tubuh Suriana, ternyata sekali lagi disarankan untuk merujuk ke rumah sakit lain yang lebih lengkap. Seharian Suriana menunggu proses ini di baksos, menunggu kabar selanjutnya. Sedikit pun ia tidak merasa bosan, bahkan senang karena relawan Tzu Chi terus menemani, menghibur, dan mendengarkan cerita Suriana tentang penderitaannya.

Ternyata peralatan medis rumah sakit di Tanjung Pinang tidak lengkap, sehingga Tzu Chi akan merujuk Suriana ke Jakarta . Suriana pun diperbolehkan pulang. Mereka berjanji akan memberitahukan kabar selanjutnya. Kesibukan baksos hari itu mengakibatkan relawan Tzu Chi telah melalaikan satu hal penting; mereka lupa mencatat alamat Suriana!

Sejak itu, relawan Tzu Chi kesulitan menghubungi Suriana, karena tidak ada orang yang tahu tentang keberadaannya. Setahun lamanya, relawan Tzu Chi, Indra Sutanto, mencari melalui surat kabar dan radio. Sampai akhirnya, suatu hari, siaran radio yang mencari pasien luka bakar bernama Suriana terdengar oleh sepupu Suriana yang bernama Rahman Johan. Rahman kemudian menyampaikan pada Suriana bahwa Tzu Chi sedang mencarinya dan memintanya untuk datang ke Yayasan Paguyuban Tanjung Pinang untuk menghubungi seseorang yang bernama Rudi.

 

Jodoh yang Terjalin Kembali

Kabar bahwa Rudi telah bertemu dengan Suriana disampaikan pada Indra Sutanto. Tak lama kemudian Suriana diminta datang ke Jakarta untuk operasi pertama di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), rumah sakit rujukan nasional di Indonesia. Menjelang keberangkatannya, Suriana merasa sedih dan berat hati meninggalkan ibunya seorang diri. Tapi ia tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya karena sebentar lagi keinginannya untuk sembuh akan tercapai. Dukungan semangat dari seluruh kerabatnya menguatkan tekadnya.

Tanggal 2 Agustus 2001, dengan ditemani sepupu dan kakak iparnya, Suriana tiba di Pelabuhan Tanjung Priok. Suriana menunggu jadwal operasi di penginapan milik salah seorang relawan Tzu Chi. Dua minggu kemudian, Suriana mulai menjalani rawat inap di rumah sakit. Selama masa perawatan, rasa syukur Suriana tidak terkatakan, ia hampir tidak percaya bahwa saat itu ia sedang berada di RSCM dan sebentar lagi akan dioperasi. Keinginan alamarhum ayahnya akan segera terwujud, meski saat itu ayahnya sudah tidak ada lagi di sisinya.

Hari-hari menjelang operasi, Suriana dipenuhi bayangan masa depannya setelah operasi. Ia mempunyai harapan bahwa kelak ia dapat menjaga ibunya yang sudah tua serta tidak ada lagi orang-orang yang menghinanya karena wajah cacatnya.

Senin, tanggal 18 Agustus 2002 pukul 8 pagi, Suriana masuk ke ruang operasi untuk menjalani operasi kontraktur leher dan parut pipi di wajahnya. Operasi yang pertama ini berlangsung selama 8 jam oleh Dr. Gentur, Sp.BP. dan berjalan lancar. Suriana sangat disiplin mematuhi apa yang dianjurkan oleh dokter yang merawatnya. Untuk menjaga hasil operasi, Suriana harus menggunakan alat penyangga leher (neck colar) selama 6 bulan.

Demikian parahnya kondisi Suriana sehingga tidak dapat tuntas dalam satu kali operasi. Namun karena jangka waktu antar operasi cukup panjang, Suriana akan lebih dulu pulang ke kampung halamannya. Tak terbilang kebahagiaan keluarga Suriana mendengar keberhasilan operasinya. Mereka menyambut kepulangan Suriana dengan rasa haru dan tangis kebahagiaan, terutama ibunya yang tidak menyangka bahwa Suriana dapat sembuh.

 

Gelombang Kebahagiaan

Setengah tahun Suriana memakai penyangga leher tanpa mengeluh. Akhirnya tiba saatnya ia kembali ke Jakarta untuk kontrol di Poli Bedah Plastik RSCM. Hasil operasi Suriana dinyatakan berhasil. Setelah lebih dari 20 tahun, akhirnya Suriana dapat menoleh ke kiri dan ke kanan. Suriana tersenyum, dan tanpa sadar ia meneteskan air mata.

Selang setahun lebih dari operasinya yang pertama, Jumat, 23 September 2003 , Suriana menjalani operasi yang kedua. Dalam operasi kali ini, dilakukan tindakan kontraktur kedua daun telinganya yang menempel dan hanya memakan waktu 2 jam. Sekali lagi, perasaan senang menyelimuti Suriana. Setelah pulang ke kampung halamannya, seorang kakaknya membelikan sebuah hadiah yang sudah lama diinginkannya: sepasang anting-anting yang membuat Suriana benar-benar merasa sebagai seorang gadis. Selama ini secara sekilas banyak orang yang mengiranya sebagai anak laki-laki.

Pengobatan yang dijalani Suriana belum usai, setahun kemudian, Suriana kembali ke Jakarta untuk operasi yang ketiga. Kali ini pun operasi dilakukan di RSCM tanggal 20 Juni 2005 dan kembali oleh Dr. Gentur, Sp.BP. Dalam operasi yang berjalan selama 2 jam ini dilakukan skin graft dan pemisahan ketiak.

Sebelumnya, Suriana kesulitan untuk mengangkat tangannya saat memakai baju, tapi kini tidak lagi. Rasa bahagia Suriana sungguh tak terkatakan, ia merasa sedikit demi sedikit Tzu Chi telah mengabulkan permohonannya. Selama 2 bulan, Suriana tinggal di Perumahan Cinta Kasih, Cengkareng, Jakarta . Di sana ia dirawat di Poliklinik Cinta Kasih dan mendapat perhatian dari relawan Tzu Chi. Suriana kerap bercerita pada ibunya tentang relawan Tzu Chi yang berseragam biru-putih. Ia juga menceritakan perhatian dan kasih sayang mereka yang ia terima, hingga ibunya penasaran ingin bertemu relawan Tzu Chi.

Tanggal 29 Juni 2005, Suriana kembali kontrol untuk persiapan operasi ke-4. Sebelumnya ia berkonsultasi dengan Dr. Danny Wicaksono, Sp.BP. dan Dr. Leonardus, Sp.An. di RS. Minto Hardjo, Jakarta . Setelah semua tahap persiapan terselesaikan, Suriana dioperasi kembali 14 Juli 2005 untuk wajah dan bibirnya dengan hasil yang cukup memuaskan.

Meskipun jalan panjang pengobatan yang dijalaninya belum lagi usai, namun Suriana yang sekarang sudah banyak berubah. Ia telah dapat mengatasi rasa mindernya dan mulai bergaul dengan teman-temannya. Suriana juga merasa lebih leluasa membantu ibunya mencari nafkah. Hari demi harinya disambut Suriana dengan penuh semangat dan harapan. • Naskah & foto oleh Acun

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id